Selasa, 22 Juni 2010

SEMIOTIK


Anggota Kelompok :
Yesica Adityagraha 915070122
Gita Hasian Hutapea 915070088
Melina Fitri Sugianti 915070140

Semiotik Semiotik atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di Eropa sedangkan semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika. Istilah yang berasal dari kata Yunani semeion yang berarti ‘tanda’ atau ‘sign’ dalam bahasa Inggris itu adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti: bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya. Secara umum, semiotik didefinisikan sebagai berikut.

Tanda
Terdapat perbedaan mendasar mengenai tanda, yaitu antara tanda alami (natural) dan tanda yang disepakati (konvensional). Contoh dari tanda ialah Symptom, sedangkan contoh tanda alami seperti gejala alam (mendung), dan contoh dari tanda konvensional ialah rambu lalu lintas.

Perkembangan
a. St. Agustinus (354 – 430) mengembangkan teori tentang signa data (tanda konvensional). Persoalan tanda menjadi obyek pemikiran filosofis. Dimana studi dibatasi mengenai hubungan kata fisik dengan kata mental.
b. William of Ockham, OFM (1285 – 1349) mempertajam studi tanda. Tanda dikategorikan berdasarkan sifatnya. Apakah ia di alam mental dan bersifat pribadi, ataukah hanya diucapkan/ ditulis untuk public.
c. John Locke (1632 – 1740) melihat eksplorasi tentang tanda akan mengarah pada terbentuknya basis logika baru. Hal ini tertuang dalam karyanya “An Essay Concerning Human Understanding (1690)”.


Semiologi

Konsep semiologi diperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure(1857 – 1913) dari Swiss yang dahulu

mengajar sansekerta dan liguistik sejarah. Pendekatan Saussure tentang bahasa berbeda dari pendekatan filolog abad 19, dimana ia mengkaji linguistik secara sinkronik bukan secara diakronik. Saussure mendefinsikan tanda liguistik sebagai entitas dua sisi(dyad). Sisi pertama disebut penanda (signifier) dan sisi kedua adalah petanda (signified).

Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau “coretan yang bermakna”. Penanda adalah aspek material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Sedangkan, petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi, petanda adalah aspek mental dari bahasa.

Tanda liguistik (antara penanda dan petanda) bersifat arbitrer (terserah pengguna) contoh di Indonesia disebut anjing, dan di inggris disebut dog. Konsep tantang anjing tidak harus dibangkitkan oleh penanda dalam bentuk bunyi a/n/j/i/n/g; karena bagi orang Ingris penertian anjing diperoleh melalui kata “dog”.

Terhubungnya sebuah penanda dan petanda hanya dapat dimungkinkan oleh bekerjanya sistem relasi atas kesepakatan (konvensi). Tanda dapat bekerja karena ada difference, artinya dia dapat dibedakan dengan tanda – tanda lainnya.

Fenomena bahasa dibentuk oleh dua faktor; parole – ekspresi kebahasaan dan langue – sistem pembedaan di antara tanda – tanda. Struktur konsepsi dasar tentang langue berkaitan dengan kombinasi dansubstitusi elemen – elemen bahasa (hubungan paradigmatik-sintagmatik

Konsep dasar Semiotik :

Sintaksis mempelajari hubungan antartanda. Hubungan ini tidak terbatas pada sistem yang sama. Contoh: teks dan gambar dalam wacana iklan merupakan dua sistem tanda yang berlainan, akan tetapi keduanya saling bekerja sama dalam membentuk keutuhan wacana iklan.

Semantik mempelajari hubungan antara tanda, objek, dan interpretannya. Ketiganya membentuk hubungan dalam melakukan proses semiotis. Konsep semiotik ini akan digunakan untuk melihat hubungan tanda-tanda dalam iklan (dalam hal ini tanda non-bahasa) yang mendukung keutuhan wacana.

Pragmatik mempelajari hubungan antara tanda, pemakai tanda, dan pemakaian tanda.


Roland Barthes (1915 - 1980)

Roland Barthes berpandangan bahwa sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Tulisan – tulisan pada majalah Prancis “Les Letters Nouvelles”, membahas ‘mitologi’ bulan ini menunjukan bagaimana aspekdenotatif tanda – tanda dalam budaya pop yang menyingkapkonotatif (mitos – mitos) yang dibangkitkan oleh sistem tanda yang lebih luas yang membentuk masyarakat.

Semiologi Barthes, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Salah satu wilayah penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). “Mitos – mitos yang menyelimuti hidup kita bekerja sedemikian halus, justru karena mereka terkesan benar – benar alami. Dibutuhkan sebuah analisis mendalam, seperti yang dilakukan oleh semiotika.”

Barthes mengulas apa yang sering disebutnya sebagai sistem pemaknaan tataran ke-dua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem ke-dua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, berbeda dari denotative atau sistem pemaknaan tataran pertama. Denotasi lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna. Sedangkan Konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai ‘mitos’ dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.

Dalam buku “The Rhetoric of the Image” (1964), terdapat 3 macam pesan yaitu:

· Pesan Liguistik; semua kata dan kalimat dalam iklan

· Pesan ikonik yang terkodekan; konotasi yang muncul dalam foto iklan (yang hanya berfungsi jika dikaitkan dengan sistem tanda yang lebih luas dalam masyarakat)

· Pesan ikonik tak terkodekan; denotasi dalam foto iklan

Umberto Eco

ialah Seorang sejarahwan, penulis esai, novelis dan semiotisi dari Italia. Ia mengatakan bahwa “ tanda dapat digunakan untuk menyatakan kebenaran, sekaligus juga untuk mengatakan kebohongan.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar